Sebetulnya, hiruk pikuk '97 mampu kita manfaatkan sebagai media evaluasi dan realisasi untuk mereformasi total seluruh pemangku sistem (pejabat) yang korup, tidak amanah, dan terbukti loyo menghadapi badai. Bila perlu, sistem yang sengaja dilobangi oleh pejabat politik di DPR, direvisi total berdasarkan kebutuhan masyarakat banyak dan budaya luhur bangsa Indonesia. Sambil mengerenyitkan kening, kita hampir terlonjak bahwa pejabat dan sistem seperti itu masih dipertahankan. Katanya: "masih dibutuhkan bangsa dan merubah sistem itu tidak semudah menggiling gabah!!". Hei... lupa ya bahwa penduduk Indonesia itu bukan hanya dia, bukankah gotong royong itu merupakan budaya luhur bangsa? Kasihan banget ya para penduduk yang arif nun jauh di sana!!
Pertanyaan yang tidak pernah ditemukan jawabannya sampai sekarang adalah kenapa orang-orang yang telah diberi amanah oleh rakyat dengan tanpa rasa bersalah sedikitpun, dan dengan mudahnya melupakan janji-janjinya pada diri sendiri, bangsa, dan agama. Ia lupa baca Yasin kali ya... atau ia sering melewati ayat 65, tapi tak pernah tahu apa arti dan signifikansi dari firman Allah itu. Padahal... ketika ia istighosah, ketika majelis ta'lim diadakan di rumah (dinas) nya, ada kyai kan di sana? surat Yasin seringkali dibaca kan?
Kalau belum tahu, nih... (maaf-maaf ya...) saya sampaikan sedikit (mudah-mudahan kewajiban saya "falyughoyyir" terlunasi) "Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan". Hei... kalau sudah begitu, apakah dikau masih bisa berkelit juga? tahukah juga Anda bahwa mahkamah paripurna nanti akan disaksikan oleh seluruh umat manusia? kalau masih ga percaya, coba bapak/ibu semua tengok dan ziarahi Q.s. az-Zilzaal [99]: 7-8. Atau masih belum takut juga? saya kasih satu lagi ya... yaitu firman Allah dalam Q.s. al-Ghasyiyah.
Di sisi yang lain, saya melihat kenapa mereka begitu berani, berkuasa, balaga, gagah perkasa ngabinasa, itu tidak lain karena masyarakatnya dibuat tidak berdaya, (maaf-maaf ya...) dimiskinkan supaya mereka sibuk dengan ngurusi kebutuhan dapur ngebulnya dulu, dan mereka kehabisan potensi pikir untuk ikut mengawasi dan meluruskan kesewenang-wenangan yang terjadi dalam pengelola negara.
Mau tahu ga "omong" orang Pandeglang (ga semua ya...) ketika mau Pilkada? "rek birokrat, rek kyai, rek pebisnis, rek bangsawan, aing mah teu paduli, kabeh ge garong. Nu penting mah karasa uyahna ayeuna!!!" Na'udzu billahi min dzalik! kalau benar teh, qiyamat shugro. Ketika orang yang sadar menginginkan dan mengajak: "Hei para warga! inilah saatnya perubahan! mari kita satukan langkah sesuai syariah", ee...h jawaban yang diajak ternyata seperti itu. Akhirnya, mentalitas bumbu dan buah-buahan lah yang memenangi pertempuran. Ada gula ada semut, garam asin tandanya lidah masih normal, cabe digigit rasanya pedas, jeruk diperas manis bisa didapat. Masyarakat sudah menjauh dari mentalitas: "Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian". Mereka sudah lupa bahwa untuk memperoleh kebahagiaan, alamiah-ilmiah dari Allah adalah harus berupaya keras, bekerja cerdas, dan beramal ikhlas.
Kolaborasi yang cantik-sistemik dan disengaja seperti itulah yang membayang-bayangi kehancuran ekosistem bumi yang telah dicipta sempurna oleh Allah. Masyarakat di sekitar Labuan tidak berdaya ketika batu-batu berterbangan pindah alam, meski mereka menyadari bahwa ada bahaya besar yang sedang menunggu di kemudian hari. Pengelola alam bukannya memberi proteksi, dan berkolaborasi dengan alam demi kelestarian, ternyata ikut memberi persetujuan tercerabutnya keseimbangan. Jadi, jangan salahkan air, jangan salahkan angin, jangan salahkan api, jika mereka menyerang kita. Dan yang mengherankan, kenapa ilmu matematikanya tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan? cost-benefit analysis-nya malah disembunyikan di brankas-brankas rekening yang dalam sampai PPATK pun tidak mampu menjangkaunya. Apakah sumber daya alam itu milik nenek moyangnya? mereka tetap lupa bahwa yang memberi nyawa adalah Allah SWT. yang telah menitipkan: "Hai manusia, peliharalah bumi untuk kemaslahatan bersama!!"
Nih saya kasih gambaran ya.... (maaf kalkulasi orang bodoh mah ga karuan!)
Banjir itu datang karena penggundulan hutan, tolong dijumlah berapa kerugian karena banjir? satu contoh nominal adalah "Kerugian Banjir Besar Jakarta Ditaksir Rp 37 Triliun" (Sabtu, 13 Februari 2010 | 19:58 WIB TEMPO Interaktif). Untuk lebih afdol silahkan ditambahin dengan banjir-banjir lain. Trus, hutan gundul itu kan karena pasak kelestarian bumi-nya ditebang, katanya untuk PAD, APBD, atau apalah namanya, coba dihitung berapa nominalnya? matematika sederhana kan? anak SD juga bisa, mungkin juga ga bisa karena nol-nya sangat panjang. Berapakah saldonya? plus atau minus? kalau masih belum ketemu, sekalian tak tambahin ya... Hilangnya pohon itu membuat potensi air kita berkurang drastis --kalau tidak mau dikatakan sirna. Berapa coba fulus yang harus dikeluarkan untuk mengkompensasi hilangnya air tersebut? ga pa pa ya konflik karena air mah ga usah dihitung, karena itu mah "priceless" alias tidak bisa dinominalkan (saking mahal harganya).
Masih kurang puas? Dengan air yang cukup, warga masyarakat tidak perlu bersusah payah ke sungai (selokan) untuk mandi dan mencuci. Tapi, karena kebutuhan itu tidak terpenuhi (kan pohon/hutannya sudah habis), dengan sangat terpaksa mereka rela berkompetisi dengan tetangga, bahkan kerbau ikutan juga, merasakan air sungai yang bercampur-campur tidak karuan. Ada tinja, ada sisa makanan, air sabun, kotoran hewan (wah virus-virus senang bersilaturahmi dengan teman-temannya), yang menurut dinas kesehatan dikategorikan sebagai wilayah potensial berjangkitnya penyakit. Apakah itu juga bukan uang?
Akhirnya, dengan gambaran itu, Qita berubah yu.... kata Gusti Allah: "ndak akan Ku-ubah itu negeri, bangsa, atau masyarakat, kalau mereka sendiri ga insyaf/taubat nashuha". Saudara-saudariku bisa dilihat di Q.s. ar-Ra'du [13]: 11 dan di al-Anfal [8]: 53. Kalau tidak, maka layak lah bersanding dengan Fir'aun yang celaka karena kebodohan dan kesombongannya.
Kalau tetap ga mau, ga pa pa kan saya simpulkan bahwa (kebanyakan) orang Indonesia itu ....
1. miskin, karena ia rela jadi orang miskin
2. bodoh, karena ia senang dibodohi
3. tidak maju, karena sudah merasa gembira jadi makhluq terbelakang
4. kalau mau berubah, reformasinya setengah hati, karena penyakit WAHN bersemayam.
5. mayoritas senang jadi pengekor, dan ...
6. kalau tidak, semua ... ribut ingin jadi pemimpin
astaghfirullah al-adliim
Sabtu, 11 April 2009
Jumat, 10 April 2009
dont waste the child because of age
Alhamdulillah, --antara suka dan duka-- tanggal 11 Juni nanti, ia hampir menyempurnakan ASI-nya 2 tahun sesuai dengan tuntunan al-Qur'an (haulaeni kamilaeni). Ketika most of madam menggunakan 'upaya-upaya' yang agak 'tidak cerdas' dan ilmiah (karena malas & karepe instant), Qt berusaha untuk memberikan alarm sejak dini bahwa di tanggal tersebut, ia harus stop minum/makan ASI, secara sadar tanpa 'upaya-upaya' yang tidak mendewasakan ia sebagai anak yang smart, clever, and fast understanding.
by case, Ketika kita semua prepare to rest, ketika ia mulai menggantung ke umi-nya, Qt b-2 kompak dengan hati masing-masing said to him: "Sajjad tanggal 11 Juni nanti lepas y... minum ASI-nya!!" seketika itu pula ia menghadap mukanya ke Qt ber-2, melepaskan aksinya ngenyot, sambil tersenyum cerdas, (mungkin sambil berkata: OK, I agree). seketika itu pula, perasaan lelah, lemas, cape, dsb, dll, selama menemani aktivitasnya sejak ia bangun, hilang sudah ditarik alam untuk dikembalikan ke bumi sebagai keseimbangan hidup manusia.
Hanya kepada Allah-lah kita semua berharap, meminta pertolongan, dan curhat atas apa yang telah kita rasakan semala mata ini melek.
:) by
by case, Ketika kita semua prepare to rest, ketika ia mulai menggantung ke umi-nya, Qt b-2 kompak dengan hati masing-masing said to him: "Sajjad tanggal 11 Juni nanti lepas y... minum ASI-nya!!" seketika itu pula ia menghadap mukanya ke Qt ber-2, melepaskan aksinya ngenyot, sambil tersenyum cerdas, (mungkin sambil berkata: OK, I agree). seketika itu pula, perasaan lelah, lemas, cape, dsb, dll, selama menemani aktivitasnya sejak ia bangun, hilang sudah ditarik alam untuk dikembalikan ke bumi sebagai keseimbangan hidup manusia.
Hanya kepada Allah-lah kita semua berharap, meminta pertolongan, dan curhat atas apa yang telah kita rasakan semala mata ini melek.
:) by
Langganan:
Komentar (Atom)