Sudah jelas bagi orang-orang kafir bahwa tempat kembali mereka adalah Neraka Jahannam, yang Allah gambarkan sebagai tempat kembali yang paling jelek. Ketika orang-orang menikmati ketenangan dan kedamaian rumah (dunia) saat kembali dari tempat kerja, kembalinya orang-orang kafir saat hari akhir (prosesi pertanggungjawaban akhirat) sudah ditunggu oleh api neraka yang menyala-nyala. Jangankan tersentuh, merasakan udara panasnya pun, daging & belulang kita seketika jadi abu.
Secara sederhana, istilah kembali berarti akan ada kehidupan (kita akan hidup lagi) setelah kita mati. Mayoritas --bahkan semua, kuffar tidak percaya adanya hari ba'ats (kebangkitan) setelah alam kubur dilewati. Mereka tidak percaya bahwa setelah mati itu ada kehidupan lagi. Kehidupan abadi yang Allah persembahkan untuk seluruh hamba-Nya sesuai dengan jihad mereka di dunia. Mereka yang berjuang, Allah berikan kesenangan, mereka yang bersenang-senang, Allah berikan kesempatan untuk merasakan bagaimana perjuangan menghindari kesesatan yang dibungkus dengan kesenangan dunia.
Sebelum alam pembalasan dimulai, Allah perjalankan semua makhluq-Nya yang bernama manusia menuju mahkamah Allah yang Maha Adil. Di alam mahsyar, semua orang akan diminta pertanggungjawabannya atas segala perbuatan ketika di dunia. Mulut yang saat di dunia pandai bersilat, Allah kunci dengan rapat. Tidak ada lagi siasat, nego yang sesat, atau kebohongan-kebohongan yang menghancurkan. Kemudian bersaksilah tangan-tangan dan kaki-kaki mereka. Allah buktikan bahwa ayat 65 surat Yasin itu bukan hanya untuk dibaca saja, tapi untuk dipikirkan, direnungkan, dan diaplikasikan ketika di dunia.
Salah satu perbuatan kuffar di dunia yang sering Allah peringatkan adalah negative thinking terhadap Allah. Alam pikir dan memori cerdas yang telah Allah berikan sejak saat kelahiran, hanya mereka pergunakan untuk mempertanyakan dan terus mempertanyakan, kenapa Allah begini, kenapa Allah begitu, tidak berfikir menggunakan akalnya untuk mencerna dan memahami keagungan Allah atas segala sesuatu yang ada di dunia ini.
Meski sudah berkali-kali diberitahu, mereka belum sadar bahwa kemampuan kaki untuk berjalan, gerakan tangan beraktivitas, mata yang mendelik-delik, telinga yang berlubang, hati yang berdegup kencang, hidung yang sesak dengan oksigen, mulut yang seksi, bahkan dua lubang pembuangan, itu adalah karunia Tuhan yang patut disyukuri. Allah bukan peminta-minta, tapi setidaknya manusia mafhum jika Allah minta disembah (ibadah). Persembahan yang diminta pun tidak seberat upacara-upacara adat, dan tidak semahal larungan. Allah hanya minta iman, islam, dan ihsan selama manusia dipercaya di dunia: sejak ditiupkannya ruh sampai Allah panggil pulang melalui malaikat Izrail.
Allah tidak minta manusia untuk mempertanyakan kenapa Allah ciptakan lalat, tapi ALlah menantang manusia untuk membuktikan kehambaannya supaya membedah lalat yang kecil dengan kecerdasan akal. keluhuran budi, dan kerendahan hati. Kemudian, persembahkan hasilnya demi kesejahteraan masyarakat atas nama Allah. Allah tidak minta diagung-agung melalui upacara. Atas nama Dewi Sri, Allah tereliminasi, padahal kalau Yang Kuasa mau, tidak perlu berdetik-detik untuk menghancurkan Dewi Sri. Allah juga tidak minta dilarung atas nama Ratu Laut Kidul. Allah hanya minta, singkirkan kemubadziran, suburkan infaq, jauhi maksiat, syukuri nikmat, dekati rahmat, supaya malaikat lelah mencatat seluruh amal kita.
Saat ini, di dunia manajemen modern, negative thinking adalah perilaku yang menghancurkan tatanan kelembagaan, baik yang mikro maupun yang makro, baik nirlaba apalagi yang berorientasi laba. Mayoritas pelaku sepakat bahwa negative thinking jangan pernah dibawa-bawa dalam pengelolaan. Sekecil atom perasaan negatif terhadap rekan mampu menumbuhkan kecemburuan, menimbulkan ketidakpercayaan, bahkan menjadi benih-benih permuhuhan. Pembunuhan negative thinking terjadi dimana-mana, bahkan yang belum terjun dan belum merasa wajib tahu pun diajak serta assasination.
Jika di dunia bisa dilakukan, kenapa terhadap Allah malah berkebalikan?
Allah janjikan bahwa infaq akan dibalas 10x lipat bahkan 700 faktor perkalian. Kenapa pula logam 100 masih terlempar tatkala Tuhan "mengutus" peminta-minta datang menguji. Bahkan jika tidak mau ngasih pun, lebih rela mata melotot, pasang wajah sangar, dan menampilkan ekspresi melecehkan (merendahkan) dari pada menampilkan bibir tersungging senyuman. Koropak di masjid pun laksana di jalan bebas hambatan. Apakah manusia belum sadar juga, tabungan dunia rawan Century, Bank Duta, dan Bank Bali. Keagungan Allah malah "dilecehkan" dengan film-film bermuatan haram.
Dalam ujian kesucian harta, Allah minta zakat demi kemaslahatan. Tapi apa mau dikata, manusia balas dengan keberatan dan kepura-puraan. Fitrah saja sudah cukup!! uang saya sudah habis untuk keperluan. Kalkulasi pakar ekonomi ahli zakat hanya cukup sampai kertas saja. Trayeknya dilarang sampai kebijakan, karena banyak proyek bertumbangan. Subhaanallah... setan memang cerdas melupakan Tuhan di akal dan hati manusia.
Akhirnya, ujian kita kali ini adalah apakah negative thinking (su'udlon) akan menjadikan kita Musyrik, ataukah cukup orang-orang musyrik saja yang selalu berpikiran jelek?
wallahu a'lam
astaghfilullah al-adliim
Rabu, 19 Mei 2010
Selasa, 18 Mei 2010
Bagaimana sang Baginda mendidik?
"Adakah seorang pengajar dan pendidik yang lebih mulia,
lebih tinggi, dan lebih agung dari Rasulullah SAW.?!"
lebih tinggi, dan lebih agung dari Rasulullah SAW.?!"
Indah rasanya jika saya memutar waktu 1479 tahun ke belakang, dimana Rasulullah memulai tugasnya sebagai utusan Allah untuk mencerahkan peradaban yang sudah hancur. Bagaimana tidak indah, sejak saat itu sampai 23 tahun kemudian, setiap detik yang dilewati adalah tabungan kenikmatan abadi yang akan diraih saat hari Akhir. Apalah artinya 23 tahun berjuang/jihad bersama Rasul jika balasan Allah SWT. tiada taranya: Surga selama-lamanya! Apapun yang diminta, akan terkabul saat itu juga, tanpa harus memikirkan haram-halal dunia.
Ketika Rasul ada, apapun masalahnya, semua disertai solusinya. Solusi yang selalu menguntungkan bagi semua, saat ini dan di waktu yang akan datang. Sebagai pusat perhatian, sang Baginda adalah magnet yang mampu menarik siapapun yang berada di sekelilingnya. Setiap kebersamaan adalah kenikmatan. Rasul mampu memotivasi sahabat-sahabatnya untuk sumpah setia membela panji-panji agama. Meskipun mendapatkan keistimewaan dari Allah, tidak ia gunakan privelege itu untuk kesewenang-wenangan.
Jika membaca sejarah, keistimewaan itu Baginda peroleh melalui perjuangan yang tak kenal lelah. Sejak bayi, sang Baginda sudah berpisah dengan ayah (yang meninggal) dan ibunya, melewati 2 tahun susuan di Bani Sa'ad yang mendapatkan kehormatan dan kemuliaan menyertai Rasul. Halimah as-Sa'diyah, yang di awal pertemuan merasa tidak akan mendapatkan keuntungan --karena Rasul yatim-- memperoleh keberkahan yang luar biasa, sehingga ia merasa keberatan mengembalikan Rasul ke pangkuan ibunya.
Ketika berusia 6 tahun, Rasulullah dibawa ibunya mengunjungi paman-pamannya dari Bani Adi bin Najjar di Yatsrib (Madinah). Dalam perjalanan ini, Siti Aminah ibunya, meninggal dunia di Abwa dan dikuburkan di sana. Dua 2 tahun kemudian, kakeknya Abdul Muthallib meninggal dunia ketika Rasulullah saw. berusia 8 tahun. Terpaan itulah --menurut penulis-- yang menempa Rasul menjadi pribadi yang mulia, sehingga Aamul Huzni pun ia lewati dengan sukses.
Betapa beratnya duka yang harus ditanggung Rasulullah SAW saat menghadapi rentetan tekanan, baik fisik maupun non fisik, dari para pemuka kafir Quraisy. Sejarah mencatat, 11 tahun pasca kenabian, paman Rasulullah --Abu Thalib, adalah orang yang sangat berpengaruh di masyarakat Quraisy-- wafat. Perisai yang setiap saat memberikan perlindungan kepada Nabi, Allah ambil sebagai ujian kenaikan kemuliaan Rasul. Tak berapa lama kemudian istrinya tercinta Siti Khadijah ra. juga meninggal. Orang yang sangat Rasul sayangi, karena pengorbanan dan kebersamaannya, karena mampu menghidupkan jiwa saat kesukaran; Allah ambil juga untuk memberikan kabar gembira bahwa istrinya lebih dicintai Allah, dan mendapatkan tempat yang mulia di sisi-Nya.
Di awal kenabian, kita harus mengingat bahwa tugas yang sangat berat untuk mengatakan kepada kaum Quraisy bahwa saya adalah utusan Allah untuk mengajak kalian semua kembali ke jalan Allah. Oleh karena itu sangat wajar jika banyak orang mengatakan sang Baginda gila/tak waras. Rasulullah yang bukan pembesar kaum Quraisy mengajak para pembesar untuk memeluk Islam, agama/ajaran yang itu bertolak belakang dengan perilaku keagamaan (kepercayaan) mereka saat itu. Hanya Abu Bakar-lah orang yang pertama membenarkan kerasulan Muhammad SAW., sehinga beliau mendapatkan gelar ash-Shiddiq.
Kita juga boleh membayangkan bagaimana posisi Rasul dan Abu Bakar dan kaum Quraisy saat itu. Boleh dikatakan bahwa mayoritas orang akan bertanya-tanya tentang apa yang dibawa, siapa yang membawa, dan bagaimana efeknya: menguntungkan atau merugikan.
Sekali lagi, karena keseluruhan proses itulah, Rasulullah dicintai sahabat-sahabatnya dan disegani musuh-musuhnya. Hanya orang bodohlah yang selalu memusuhi dan menjauhi Rasul, serta menghasut dan menipu daya orang-orang yang mempercayai Rasul. Itu tidak lain karena tidak ada celah sedikitpun yang bisa dimanfaatkan untuk menyerang Rasul, bahkan dengan logika ilmiah (rasionalisasi akal yang selalu dipuja-puja Barat) sekalipun.
Dari ketika menyampaikan risalah, sang Baginda tidak pernah membentak (qahara), tidak memukul (dharaba), dan tidak mencaci (syatama). Beliau lemah lembut (rafaqa) terhadap orang yang tidak mengerti, dan ramah (lathafa).
Sebelum dimulai, Rasul ucapkan bahwa tujuan menuntut ilmu itu adalah untuk mencari "wajah" Allah, bukan yang lain. Dan diantara metode terpenting dari Rasulullah dalam mendidik ummat manusia adalah dengan teladan terbaik, serta bergaul dengan akhlaq yang mulia. Ketika Rasul menghukum, itu semata-mata demi perbaikan, ia iringi hukuman itu dengan nasihat, bukan pelampiasan atau dendam. Apalagi seakan-akan mendapatkan justifikasi, ada kesempatan memukul dengan dalih menghukum, itu sangat dilarang!!!
Saya kutip hikmah Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah-nya: "Barang siapa yang didikannya dengan kekerasan, baik oleh guru, tuan, atau pembantu, maka ia akan terbiasa keras. Kekerasan akan selalu menyempitkan dadanya, menghilangkan semangatnya, membuatnya malas, mendorongnya berdusta, dan bersikap keji karena khawatir ada tangan yang akan melayang melakukan tindakan kekerasan. Kekerasan mengajarkannya tipu daya dan makar, dan akan menjadi kebiasaan dari perilakunya, serta rusaklah nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada dirinya."
Banyaknya pukulan tidak akan menambah apapun pada anak kecuali kekerasan dan kebandelan. Hukuman apapun tidak boleh menyentuh kehormatan anak, dan tidak menjadi penghinaan bagi dirinya. Ingat wahai guru, Kepribadian anak harus dijaga, kehormatannya harus terpelihara. Kekerasan adalah musibah yang melahirkan banyak masalah sosial di masyarakat. Hal itu akan membuat anak mati perasaannya, lemah kemauannya, labil keyakinannya, hilang harapannya, semangatnya turun drastis.
Apakah generasi seperti itu yang akan melanjutkan tongkat estafeta perjuangan kita?
Hai orang tua, apa rela anak-anak Bapak/Ibu dibuat dan dicetak demikian oleh guru-guru di sekolah? Bangkitlah, berdaya lah, merdeka lah, jangan menyerah dengan keadaan yang diciptakan lemah oleh diri sendiri. Ciptakan keseimbangan pendidikan, awasi didikan dan pendidik yang tidak karuan. Ingatkan mereka dengan hikmah wal mau'idlotil hasanah.
Sadarilah, bahwa kehancuran kepribadian dan fitrah anak Bapak/Ibu tidak tergantikan dengan nominal rupiah, atau gemerencing emas yang Bapak/Ibu upayakan setiap waktu. Dan... itu bukan salah orang lain, tapi kesalahan yang diperbuat oleh diri sendiri. Jangan pernah lagi keluar ucap: "Saya sekolahkan karena di rumah, saya sudah tidak mampu mendidik, saya tidak ada waktu karena sibuk mencari nafkah"
Shadaqallah, astaghfirullah al-Adhiim
Senin, 17 Mei 2010
Fitting Education
Lama saya mencari orang/guru/ahli yang terbuka (radikal, acak-acakan, merdeka, berdaya) dalam metode/model pembelajaran "sa'enak'e dewe". Baru hari ini saya menemukan istilah "fitting education" di arsip lama (2008-07-18) milik pa Joko, M.Pd. Hal itu sering saya cari untuk pembenaran --istilah saya mah, "mencari teman"-- terhadap kegiatan klasikal saya yang "acak-acakan" di sekolah. Meski silabus dan RPP telah disiapkan, tidak mungkin saya berdiam diri melihat gejala-gejala kelas dan anak didik saya yang belum "siap" belajar, yang tidak mungkin saya jejali mereka dengan patokan-patokan yang ada di RPP. Kekuatan saya pun dalam pengelolaan RPP, selama-lamanya 15 menit. Setelah itu, saya "liar" tak terkendali.
Mungkin, fitting pa Joko belum tentu sepadan dengan apa yang saya yakini dan saya laksanakan di kelas. Tapi, kalimat: "kita mendidik menyesuaikan diri dengan siswa, lingkungan, kebutuhan, dsb. Tidak harus selalu terkekang oleh metode-metode tertentu" membawa saya pada pemahaman yang sama bahwa sebelum masuk kelas, harus kita persiapkan plan A, B, C, D, E, bahkan sampai Z, atau sebanyak jumlah siswa yang ada di kelas. Jadi, saya kasihan sama RPP. RPP tinggallah seonggok dokumen yang biasanya hanya berlaku untuk kegiatan pengawasan (kepala, pengawas, dinas, tim akreditasi), dan sangat jarang dibuka dalam pelaksanaan evaluasi.
Bagi saya, KBM itu adalah latihan bergaul diantara warga sekolah dengan etika yang sempurna sampai kita paripurna, KBM adalah media untuk melatih akhlaq kita demi kemajuan bangsa. Oleh karena itu, saya tidak heran dengan Baginda kita yang bersabda: "Saya diutus untuk menyempurnakan akhlaq". the main point is ethics. Etika akan membawa siswa menghormati guru, membuat guru sayang siswa, menghentikan kepala sekolah memotong bantuan, mencipta sekolah sebagai tempat yang dirindukan peserta didik, dan meramaikan masyarakat dengan budaya yang mendukung majunya bangsa.
Sebetulnya, pejabat-pejabat pengurus pendidikan itu tidak lupa etika, buktinya ada di pasal 3 UU Sisdiknas, dimana "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Namun, yang dilupakan adalah mengajak seluruh komponen bangsa bekerja sama, bahu-membahu, dan berjalan seiring, demi tercapainya fungsi dan tujuan sistem pendidikan nasional tersebut.
Point kerja sama misalnya, sudah sejauh manakah sekolah diajak kerja sama? orang tua diajak kerja sama? guru-guru diajak kerja sama? apakah anak didik juga diajak kerja sama? Yang terjadi adalah kerja sama berbuat dosa". na'udzubillah min dzalik. Indikasinya sederhana, runtuhnya sekolah yang baru dibangun, kepala sekolah yang "setorannya" melebihi gajinya, orang tua yang lebih rela anak-anaknya lulus terpaksa (yang penting ijazah) daripada menerima didikan etika, dan siswa yang berani melempari (merusak) sekolahnya. Padahal, itu baru satu pangkal, yaitu UN yang tidak terurus secara amanah.
Dalam melaksanakan pembelajaran, faktor guru adalah utama. Guru ideal adalah guru yang digugu dan ditiru karena akhlaqnya mulia, terlepas ia mendidik siswa dengan cara apa. Guru yang seperti itu merdeka dalam mendidik siswa, hatinya tenang, suasananya ia buat nyaman, ia rangkul semua faktor kesuksesan dalam kebersamaan. Kebanyakan dari mereka hampir sulit membuat efek jangka pendek, kecuali untuk segelintir anak didik, tabungannya baru dirasakan beberapa waktu kemudian. Namun demikian, dari proses didikan seperti itulah yang memberi dampak melekat, tidak akan sirna walau sekejap, tidak seperti telinga bodong: "masuk kiri keluar kanan, masuk kanan jebol di kiri".
Pemerintah sebagai regulator, fasilitator, dan broker, jangan pernah ganggu mereka dengan provokasi-provokasi yang tidak perlu, terutama provokasi kebijakan: "terlihat memajukan, padahal stagnan". Saya tidak rela, anak didik kita disajikan pemandangan demo guru-guru, rapat-rapat guru, dan guru-guru yang menyambi di dunia lain, atau bahkan hidup di dunia yang menghancurkannya. Pemerintah yang baik seharusnya memberikan kepercayaan yang penuh kepada mereka, berdayakan mereka, jangan biarkan mereka "nyambi", penuhi hak-hak mereka. Pemerintah jangan lupa pijakan guru itu ada dimana, jangan seperti memperhatikan, padahal menjerumuskan: "dilepas kepalanya, dikunci ekornya". Kalau terus seperti itu, cobalah ingat PENGADILAN di hari akhir nanti, meski hanya 10 detik.
Bagi saya, guru yang fit adalah guru yang setiap saat siap sedia berkomunikasi intensif dengan anak didiknya, dalam suka maupun duka. Guru yang diingat karena kelembutannya, keikhlasannya, dan point-point pendidikannya, bukan karena abuse of power-nya. Secara pribadi, saya punya guru yang terus dikenang, tapi kebanyakan mereka adalah guru-guru yang tidak terkenang, bahkan tidak ada di dalam memori sama sekali. Meski diingatkan teman-teman berkali-kali pun, mereka tidak ada di hati. Dan yang membuat saya heran, guru yang ada di hati adalah mereka yang mendidik murid-muridnya dengan cinta, mendidik saya dengan etika, yang itu tidak akan pernah ada dalam RPP. Jika guru ikut RPP, guru hanyalah robot berbadan manusia.
Guru yang fit adalah guru yang tidak terusik dengan pemerintah. Pemerintah mau apa, silahkan. Jika produknya bagus, alhamdulillah, karena itulah mereka digaji masyarakat. Jika produknya tidak bagus, subhaanallah, dan ketika diingatkan oleh masyarakat (karena cintanya masyarakat kepada saudaranya yang pejabat) janganlah bangun benteng pertahanan duluan. Apa susahnya, mendengarkan barang sejam dua jam, kemudian kunci lidah, camkan di memori, serap di hati. Jangan jawab saat itu, karena semuanya "apologi", bawa ke kantor, ke rapat kebijakan. Hilangkan ego, apalagi kepentingan duniawi sesaat. Menurut saya: "belum bijak kalau bergejolak". Dan ingat pula, setiap kebijakan yang berdampak, jangan lupakan akhirat, karena malaikat tidak pernah rehat mencatat.
Jika guru telah fit, maka akan ia kelola proses pembelajaran secara maksimal. Dampaknya akan ia pertanggungjawabkan secara penuh. Anak didiknya tidak lulus UN, ia akan pasang badan, anak-anaknya tidak beretika, ia tanpa sungkan berkata: "Maaf, ini salah saya".
coba.... pernah dengar ga ada guru yang bilang MAAF?
Kenapa tidak mau? karena mereka selalu direcoki, diganggu, dan dipreteli kemerdekaannya, disibukkan dengan administrasi, kompensasi yang tidak pernah mencukupi, bahkan tidak dipercaya lagi.
Bisa kita pahami jika guru mengajar seperti rutinitas mandi. sesuai RPP pun sudah alhamdulillah. Pikiran mereka hanyalah patokan kurikulum: yang penting tercapai materi. Itu siswa mau jadi apa, guru tidak peduli, kecuali yang sudah pintar otaknya sejak awal. Padahal, jika kelas mereka diisi 40 orang siswa, maka seorang guru minimal harus mempersiapkan 40 treatment. Isi satu batok, tidak mungkin sama dengan isi batok-batok tetangganya. dan... guru yang rutin, hanya punyai 1 cara untuk menempa 40 kepala. Oleh karena itu, jangan pernah bayangkan outputnya akan seperti apa.
Yu mari kita bayangkan, "bisakah RPP arahnya sama dengan yang dikehendaki sang Baginda?"
bisa saja terjadi sinkronisasi, tapi itu hanya bagi guru yang militan dan komitmennya tinggi hanya karena Allah, meski ia harus melabrak ke sana kemari dalam hal administrasi dunia. Mereka itu yang hanya berfikir bahwa esensi KBM di sekolah adalah bagian dari pengabdian kepada Allah SWT., adapun perolehan gaji/insentif/bonus atau apalah namanya, itu adalah indikasi cinta-Nya dan pemenuhan janji-Nya dalam bentuk duniawi.
Mengakhiri,
saat ini saya senang dengan SD Peradaban di Serang, SMP Qoryah Toyyibah SalaTiga, Kolesse de Britto Jogja, Muthahhari Bandung, MAN 3 Malang, saya mencintai pemikiran DikDoank (Kandang Jurang Doank), saya suka Dr. Seto, Dr. Arif Rahman juga. yang lain-lain tidak disebut, maaf ya... biar Allah yang menyebut Anda-anda semua. dan jauh di atas segalanya, tentunya Baginda Rasul Muhammad SAW.
kepada semua, maaf ya...
astaghfilullah al-adlim
Mungkin, fitting pa Joko belum tentu sepadan dengan apa yang saya yakini dan saya laksanakan di kelas. Tapi, kalimat: "kita mendidik menyesuaikan diri dengan siswa, lingkungan, kebutuhan, dsb. Tidak harus selalu terkekang oleh metode-metode tertentu" membawa saya pada pemahaman yang sama bahwa sebelum masuk kelas, harus kita persiapkan plan A, B, C, D, E, bahkan sampai Z, atau sebanyak jumlah siswa yang ada di kelas. Jadi, saya kasihan sama RPP. RPP tinggallah seonggok dokumen yang biasanya hanya berlaku untuk kegiatan pengawasan (kepala, pengawas, dinas, tim akreditasi), dan sangat jarang dibuka dalam pelaksanaan evaluasi.
Bagi saya, KBM itu adalah latihan bergaul diantara warga sekolah dengan etika yang sempurna sampai kita paripurna, KBM adalah media untuk melatih akhlaq kita demi kemajuan bangsa. Oleh karena itu, saya tidak heran dengan Baginda kita yang bersabda: "Saya diutus untuk menyempurnakan akhlaq". the main point is ethics. Etika akan membawa siswa menghormati guru, membuat guru sayang siswa, menghentikan kepala sekolah memotong bantuan, mencipta sekolah sebagai tempat yang dirindukan peserta didik, dan meramaikan masyarakat dengan budaya yang mendukung majunya bangsa.
Sebetulnya, pejabat-pejabat pengurus pendidikan itu tidak lupa etika, buktinya ada di pasal 3 UU Sisdiknas, dimana "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Namun, yang dilupakan adalah mengajak seluruh komponen bangsa bekerja sama, bahu-membahu, dan berjalan seiring, demi tercapainya fungsi dan tujuan sistem pendidikan nasional tersebut.
Point kerja sama misalnya, sudah sejauh manakah sekolah diajak kerja sama? orang tua diajak kerja sama? guru-guru diajak kerja sama? apakah anak didik juga diajak kerja sama? Yang terjadi adalah kerja sama berbuat dosa". na'udzubillah min dzalik. Indikasinya sederhana, runtuhnya sekolah yang baru dibangun, kepala sekolah yang "setorannya" melebihi gajinya, orang tua yang lebih rela anak-anaknya lulus terpaksa (yang penting ijazah) daripada menerima didikan etika, dan siswa yang berani melempari (merusak) sekolahnya. Padahal, itu baru satu pangkal, yaitu UN yang tidak terurus secara amanah.
Dalam melaksanakan pembelajaran, faktor guru adalah utama. Guru ideal adalah guru yang digugu dan ditiru karena akhlaqnya mulia, terlepas ia mendidik siswa dengan cara apa. Guru yang seperti itu merdeka dalam mendidik siswa, hatinya tenang, suasananya ia buat nyaman, ia rangkul semua faktor kesuksesan dalam kebersamaan. Kebanyakan dari mereka hampir sulit membuat efek jangka pendek, kecuali untuk segelintir anak didik, tabungannya baru dirasakan beberapa waktu kemudian. Namun demikian, dari proses didikan seperti itulah yang memberi dampak melekat, tidak akan sirna walau sekejap, tidak seperti telinga bodong: "masuk kiri keluar kanan, masuk kanan jebol di kiri".
Pemerintah sebagai regulator, fasilitator, dan broker, jangan pernah ganggu mereka dengan provokasi-provokasi yang tidak perlu, terutama provokasi kebijakan: "terlihat memajukan, padahal stagnan". Saya tidak rela, anak didik kita disajikan pemandangan demo guru-guru, rapat-rapat guru, dan guru-guru yang menyambi di dunia lain, atau bahkan hidup di dunia yang menghancurkannya. Pemerintah yang baik seharusnya memberikan kepercayaan yang penuh kepada mereka, berdayakan mereka, jangan biarkan mereka "nyambi", penuhi hak-hak mereka. Pemerintah jangan lupa pijakan guru itu ada dimana, jangan seperti memperhatikan, padahal menjerumuskan: "dilepas kepalanya, dikunci ekornya". Kalau terus seperti itu, cobalah ingat PENGADILAN di hari akhir nanti, meski hanya 10 detik.
Bagi saya, guru yang fit adalah guru yang setiap saat siap sedia berkomunikasi intensif dengan anak didiknya, dalam suka maupun duka. Guru yang diingat karena kelembutannya, keikhlasannya, dan point-point pendidikannya, bukan karena abuse of power-nya. Secara pribadi, saya punya guru yang terus dikenang, tapi kebanyakan mereka adalah guru-guru yang tidak terkenang, bahkan tidak ada di dalam memori sama sekali. Meski diingatkan teman-teman berkali-kali pun, mereka tidak ada di hati. Dan yang membuat saya heran, guru yang ada di hati adalah mereka yang mendidik murid-muridnya dengan cinta, mendidik saya dengan etika, yang itu tidak akan pernah ada dalam RPP. Jika guru ikut RPP, guru hanyalah robot berbadan manusia.
Guru yang fit adalah guru yang tidak terusik dengan pemerintah. Pemerintah mau apa, silahkan. Jika produknya bagus, alhamdulillah, karena itulah mereka digaji masyarakat. Jika produknya tidak bagus, subhaanallah, dan ketika diingatkan oleh masyarakat (karena cintanya masyarakat kepada saudaranya yang pejabat) janganlah bangun benteng pertahanan duluan. Apa susahnya, mendengarkan barang sejam dua jam, kemudian kunci lidah, camkan di memori, serap di hati. Jangan jawab saat itu, karena semuanya "apologi", bawa ke kantor, ke rapat kebijakan. Hilangkan ego, apalagi kepentingan duniawi sesaat. Menurut saya: "belum bijak kalau bergejolak". Dan ingat pula, setiap kebijakan yang berdampak, jangan lupakan akhirat, karena malaikat tidak pernah rehat mencatat.
Jika guru telah fit, maka akan ia kelola proses pembelajaran secara maksimal. Dampaknya akan ia pertanggungjawabkan secara penuh. Anak didiknya tidak lulus UN, ia akan pasang badan, anak-anaknya tidak beretika, ia tanpa sungkan berkata: "Maaf, ini salah saya".
coba.... pernah dengar ga ada guru yang bilang MAAF?
Kenapa tidak mau? karena mereka selalu direcoki, diganggu, dan dipreteli kemerdekaannya, disibukkan dengan administrasi, kompensasi yang tidak pernah mencukupi, bahkan tidak dipercaya lagi.
Bisa kita pahami jika guru mengajar seperti rutinitas mandi. sesuai RPP pun sudah alhamdulillah. Pikiran mereka hanyalah patokan kurikulum: yang penting tercapai materi. Itu siswa mau jadi apa, guru tidak peduli, kecuali yang sudah pintar otaknya sejak awal. Padahal, jika kelas mereka diisi 40 orang siswa, maka seorang guru minimal harus mempersiapkan 40 treatment. Isi satu batok, tidak mungkin sama dengan isi batok-batok tetangganya. dan... guru yang rutin, hanya punyai 1 cara untuk menempa 40 kepala. Oleh karena itu, jangan pernah bayangkan outputnya akan seperti apa.
Yu mari kita bayangkan, "bisakah RPP arahnya sama dengan yang dikehendaki sang Baginda?"
bisa saja terjadi sinkronisasi, tapi itu hanya bagi guru yang militan dan komitmennya tinggi hanya karena Allah, meski ia harus melabrak ke sana kemari dalam hal administrasi dunia. Mereka itu yang hanya berfikir bahwa esensi KBM di sekolah adalah bagian dari pengabdian kepada Allah SWT., adapun perolehan gaji/insentif/bonus atau apalah namanya, itu adalah indikasi cinta-Nya dan pemenuhan janji-Nya dalam bentuk duniawi.
Mengakhiri,
saat ini saya senang dengan SD Peradaban di Serang, SMP Qoryah Toyyibah SalaTiga, Kolesse de Britto Jogja, Muthahhari Bandung, MAN 3 Malang, saya mencintai pemikiran DikDoank (Kandang Jurang Doank), saya suka Dr. Seto, Dr. Arif Rahman juga. yang lain-lain tidak disebut, maaf ya... biar Allah yang menyebut Anda-anda semua. dan jauh di atas segalanya, tentunya Baginda Rasul Muhammad SAW.
kepada semua, maaf ya...
astaghfilullah al-adlim
Sabtu, 15 Mei 2010
mi... Anak kita: our Successor
Betapa bahagianya hidup, betapa sempurnanya bentuk, dan betapa dicintanya makhluk.
"Ya Allah, jadikanlah ia permata yang berkilau pahala,
dan berkahi ia menjadi imam/ma'mum yang taqwa"
"Ya Allah, jadikanlah ia permata yang berkilau pahala,
dan berkahi ia menjadi imam/ma'mum yang taqwa"
Anakku, engkau penerus cita-cita Agamaku.
Engkau penghidup ragaku, penyemangat sukmaku, dan penolong surgaku.

Anakku, dengan engkau kami merasa hidup.Engkau menggelorakan jiwa, menyertai nafsu dalam berpahala.
Anakku, engkau adalah titipan Yang Kuasa supaya saya mendapat selaksa-laksa-selaksa bahtera perbekalan kembali pada-Nya.
Ya Allah... kuatkan ia sampai akhir hayatnya.
12 Juni 2007, dalam kegugupan yang membuncah, kami dititipi amanah yang begitu berat: "menyelamatkan fitrah Allah sejak borojol sampai morodol". Bagaimana tidak berat, mengurus diri sendiri saja kita selalu hampir kehabisan akal untuk mencari jalan keluar yang terbaik bagi kemaslahatan kita. Belum juga masalah itu selesai terurus, kami sudah harus ujian lagi. Meski --dalam setiap kelahiran anak-- Allah telah menempa kita dalam diklat yang "melelahkan" selama 9 bulan, tetap saja kesulitan itu selalu ada mendera.
Tapi... Allah memang Maha Adil. Allah sang Pencipta yang tidak lupa dan alpa menyertai kita. Allah beri kita jaminan hidup lurus di jalan-Nya. Sistem untuk manusia (input-process-output) telah Allah sediakan dengan sempurna. Jika Allah memberi ujian, bahan dan sumbernya telah Allah berikan sebelumnya. Jika menemui kesulitan, Allah juga telah sediakan alatnya. Jika kita kelelahan mencari alat-alatnya, Allah juga yang menjadi penyemangat kita melalui firman-firman-Nya. Jika kita haus, kecewa, dan hampir putus asa; Allah "jaminkan" Ia dan seluruh balatentara-Nya dalam perkataan manusia: "Mintalah pada-Ku, kujamin engkau mendapatkan apapun yang kau mau". Subhaanallah...
19 April 2010, titipan kedua datang lagi. Setelah yang pertama kukasih visi: "Sajjad", kali ini kami berikan mimpi untuk menjadi "Raihana" laksana ar-Rahman, firman Allah yang menggetarkan hati. Kehadirannya membuktikan kekuasan-Nya yang tanpa tanding, kehadirannya memberikan berjuta gurun sahara pahala, dan kehadirannya memberikan refreshing spirit yang berulang supaya kita tetap teguh memegang tali-Nya.
Dalam perjalanan kehadiran kedua anugerah itu, kenapa pula ya ada yang tidak rela dengan diperjalankannya kami oleh Allah dalam rel yang diharapkan, padahal ia telah terjamin oleh Allah untuk tidak modar sampai qiyamat tiba. Ia selalu berusaha membuat sekat bisikan dan benteng hasutan supaya kami berada dalam suasana konflik. Meski kami berupaya untuk mengusirnya dengan al-Insyiroh dan an-Naas, ia tetap kukuh berada di dekat kami, dan mengajak kami untuk lupa mengucap "Subhaanallah, ALhamdulillah, Laa ilaaha illa Allah, wAllahu Akbar"
Namun demikian, sajjad&raihana tak kenal lelah membisiki kami: "Umi, Abi, didiklah kami untuk menjadi generasi penerus yang tangguh supaya kami menjadi hizbullah dan menyempurnakan keinginan-keinginan umi&abi yang belum terselesaikan" dan kami menjadi semangat kembali untuk mengeliminasi setiap "yang tidak rela" dengan kami.
terkutuklah kau setan!!! see u in the other world
Madu, satu kata yang tak pernah kulupa darimu... "Allah mah Maha Adil mang..."
Langganan:
Komentar (Atom)